KEUTAMAAN ORANG YANG MEMULIAKAN AHLUL BAIT NABI MUHAMMAD SAW
Bagi orang yang hidupnya senantiasa bertawassul kepada ahlul bait Nabi Muhammad SAW maka akan ada beberapa keutamaan. Sesuai dengan yang dijelaskan didalam Al- Qur’an dan As – Sunnah berikut ini.


Ahli bait Rasulullah s.a.w., yang di dalamnya termasuk pula zurriyah atau keturunannya dan yang dalam hukum Agama Islam sama sekali tidak boleh diberi sedekah dan  merekapun  haram  pula  menerimanya  apabila  diberi,  di  negeri  kita  pada  umumnya diberi nama "Sayyid" bagi yang lelaki dan "Sayyidah" bagi yang wanita.

Golongan sayyid atau sayyidah itu adalah dari keturunan Sayidina Hasan r.a. Adapun jika dari keturunan Sayidina Husain r.a., maka diberi nama "Syarif" bagi yang lelaki dan "Syarifah" bagi yang perempuan.

Makna sebenarnya, sayyid adalah pemuka dari kata Saada Yasuudu, artinya mengepalai atau mengetuai, sedang Syarif artinya adalah orang yang mulia dari kata Syarufe Yasyrufu, maknanya mulia.

Dalam Hadis yang tertera di bawah ini tercantum suatu anjuran kepada kita semua, agar kita memuliakan kepada golongan mereka, tetapi ini tidak bererti bahwa kita tidak perlu memuliakan kepada golongan selain mereka itu.

Perihal penghormatan terhadap siapa pun juga manusianya, tetap wajib.

Jadi dalam hal penghormatan sama sekali tidak ada diskriminasi atau perbedaan, baik mengenai caranya, menemui atau berhadapan dengannya dan lain-lain lagi.

Jadi jikalau di antara golongan mereka ada yang meminta supaya dimuliakan lebih dari golongan selain mereka, maka hal itu tidak dapat dibenarkan, sebab manusia yang termulia di sisi Allah hanyalah yang terlebih ketaqwaannya kepada Allah Ta'ala itu belaka.


Sebagian golongan ada yang menggunakan ayat di bawah ini sebagai nash atau dalil bahawa Nabi Muhammad s.a.w. menyuruh ummatnya agar keturunan beliau s.a.w. lebih dimuliakan, lebih dihormati dan dialu-alukan daripada golongan lainnya. Ayat yang digunakan pedoman itu ialah yang berbunyi: "Katakanlah - wahai Muhammad! Untuk ajakan itu, aku tidak meminta upah atau bayaran kepadamu semua, melainkan kekasih sayangan terhadap keluarga". (asy-Syura:23)


Oleh sementara golongan, keluarga yang wajib dikasih-sayangi ialah keluarga Rasulullah s.a.w., dengan makna bahwa mereka yang diberi nama Sayyid, Sayyidah, Syarif atau Syarifah itu wajib lebih dimuliakan dan dihormati melebihi yang lain. Jadi makna Al- qurbaa dikhususkan  kepada  keturunan  Sayidina  Hasan  dan  Sayidina  Husain  radhiallahu 'anhuma  yang  keduanya  itu  putera  Sayidina  Ali  r.a.  dan  isterinya  bernama  Sayidatina Fathima  radhiallahu  'anha  yakni  puteri  Rasulullah  s.a.w. 

Tetapi  beberapa  ahli  tafsir menjelaskan  bahawa  makna  dari  lafaz  Alqurbaa itu  bukan  dikhususkan  untuk  golongan keturunan Sayidina Hasan serta Sayidina Husain r.a. itu saja. Baiklah kita meneliti sejenak apa yang dijelaskan dalam Ash-Shawi, sebuah hasyiyah dari Tafsir Jalalain dan hasyiyah atau kupasan tersebut ditulis oleh Imam Ahmad ash-Shawi al-Maliki.

Di antara kupasannya mengenai lafaz Alqurbaa beliau berkata: "Para ahli tafsir sama berselisih pendapat dalam memberikan makna ayat ini," yang dimaksudkan ialah "kasih-sayang pada keluarga, sehingga jumlah pendapat itu menjadi tiga macam. Selanjutnya secara ringkasnya beliau menyatakan:

1.    Kekeluargaan.

2.    Kerabat atau rasa kefamilian antara seluruh kaum muslimin.

3.    Mentaqarrubkan atau    mendekatkan    diri kepada Allah dengan melaksanakan amal   perbuatan  yang  baik  dan  diridhai olehNya.

Allah Ta'ala berfirman:

"Sesungguhnya Allah menghendaki akan menghilangkan kotoran daripadamu semua, hai ahlul bait - yakni keluarga Rasulullah - dan membersihkan engkau semua dengan sebersih-bersihnya." (al- Ahzab: 33)

Allah Ta'ala berfirman lagi:

"Dan barangsiapa yang memuliakan tanda-tanda suci - agama Allah, maka sesungguhnya yang sedemikian itu adalah menunjukkan ketaqwaan hati." (al-Haj:32)

Namun demikian, kalau ada yang mengatakan bahawa golongan mereka itu adalah manusia suci dari dosa, ataupun sudah pasti masuk syurga, atau pada akhir hayatnya pasti memperoleh  husnul  khatimah  atau  lain-lain  yang  bukan-bukan,  maka  sama  sekali  tidak dapat diterima, sebab, memang tidak ada keterangan dalam al-Quran atau Hadis yang terjamin  kebenarannya,  sebab  suci  atau  terjaga  dari  dosa  (ma'shum  minadz-dzunub) hanyalah para Nabi 'alaihimush shalatu wassalam, sedangkan masuk syurga ataupun memperoleh husnul khatimah adalah semata-mata di dalam ketentuan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Sesudah kita meninjau salah satu kitab tafsir yang ditulis oleh angkatan tua, kini marilah kita meneliti apa yang ditulis oleh salah seorang ahli tafsir dari angkatan sekarang atau dalam abad kita ini, yaitu seorang Sayyid juga yang bernama Sayid Quthb dalam kitabnya yang bernama Fi-Dhilalil Quran yang ertinya "Di bawah naungan al-Quran."

Keringkasan dari huraian beliau itu adalah sebagai berikut: "Dalam menyampaikan agama Allah yakni Agama Islam kepada ummatnya yang dimulainya dengan golongan kaum Quraisy, Nabi s.a.w. mendapat banyak tentangan dan permusuhan, beliau s.a.w. disakiti dan lain-lain.

Padahal yang melakukan penganiayaan sedemikian itu adalah kaumnya sendiri, kaum Quraisy yang terdiri dari berbagai bathn atau perkampungan, padahal dalam setiap bathn dari golongan kaum Quraisy itu beliau pasti mempunyai ikatan kekeluargaan.

Jadi yang diharapkan oleh beliau s.a.w. hendaklah mempunyai rasa kasih-sayang sebab toh juga masih ada ikatan kekeluargaan yakni Alqurbaa Sayid Quthb tidak memberikan ulasan selain yang diringkaskan di atas itu.

 Wallahu A'lam bish-shawaab.

Adapun hadist yang sesuai dengan hal ini antara lain:

•    Dari Yazid bin Hayan, katanya: "Saya berangkat bersama Hushain binSabrah dan Umar  bin  Muslim  ke  tempat  Zaid  bin  Arqam  r.a.  Ketika  kita  sudah  duduk-duduk  di dekatnya, lalu Hushain berkata padanya: "Hai Zaid, engkau telah memperoleh kebaikan yang banyak sekali. Engkau dapat kesempatan melihat Rasulullah s.a.w., mendengarkan Hadisnya, berperang besertanya dan juga bersembahyang di belakangnya. Sungguh-sungguh engkau telah memperoleh kebaikan yang banyak sekali. Cubalah beritahukan kepada kita apa yang pernah engkau dengar dari Rasulullah s.a.w. Zaid lalu berkata: "Hai anak saudaraku, demi Allah,sungguh usiaku ini telah tua dan janji kematianku hampi rtiba, juga saya sudah lupa akan sebagian apa yang telah pernah saya ingat dari Rasulullah s.a.w. Maka dari itu, apa yang saya beritahukan kepadamu semua, maka terimalah itu, sedang apa yang tidak saya beritahukan, hendaklah engkau semua jangan memaksa-maksakan padaku untuk saya  terangkan."  Selanjutnya  ia  berkata:  "Rasulullah  s.a.w.  pernah  berdiri  berkhutbah  di suatu tempat berair yang disebut Khum, terletak antara Makkah dan Madinah. Beliau s.a.w. lalu bertahmid kepada Allah serta memujiNya, lalu menasihati dan memberikan peringatan, kemudian bersabda "Amma Ba'du, ingatlah wahai sekalian manusia, hanyasanya saya ini adalah seorang manusia, hampir sekali saya didatangi oleh utusan Tuhanku - yakni malaikatul-maut, kemudian saya harus mengabulkan kehendakNya - yakni diwafatkan. Saya meninggalkan untukmu semua dua benda berat - agung - yaitu pertama Kitabullah yang di dalamnya ada petunjuk dan cahaya. Maka ambillah amalkanlah - dengan berpedoman kepada Kitabullah itu dan peganglah ia erat-erat." Jadi Rasulullah s.a.w. memerintahkan untuk berpegang teguh serta mencintai benar-benar kepada kitabullah itu. Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda: "Dan juga ahli baitku. Saya memperingatkan kepadamu semua untuk bertaqwa kepada Allah dalam memuliakan ahli baitku, sekali lagi saya memperingatkan kepadamu semua untuk bertaqwa kepada Allah dalam memuliakan ahli baitku." Hushain lalu berkata kepada Zaid: "Siapakah ahli baitnya itu, hai Zaid. Bukankah isteri-isterinya itu termasuk dari golongan ahli baitnya?" Zaid menjawab: "Ahli baitnya Rasulullah s.a.w. ialah Ahli keluarga keturunan - Ali, Alu Aqil, Alu Ja'far dan Alu Abbas." Hushain mengatakan: "Semua orang dari golongan mereka ini diharamkan menerima sedekah." Zaid berkata: "Ya, benar." (Riwayat Muslim)

•    Dalam riwayat lain disebutkan: "Ingatlah dan sesungguhnya saya meninggalkan kepadamu semua dua benda berat- agung,    pertama    ialah    Kitabullah. Itu adalah tali agama Allah. Barangsiapa yang mengikutinya ia dapat memperoleh petunjuk, sedang barangsiapa yang meninggalkan - mengabaikan - padanya, ia akan berada dalam kesesatan." Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma dari Abu Bakar as-Shiddiq r.a.   dalam sebuah Hadis mauquf 'aiaih, bahawasanya  dia berkata: "Intailah Muhammad s.a.w. dalam ahli baitnya." (Riwayat  Bukhari)

•     Dari Abu Mas'ud yaitu'Uqbah bin 'Amr al-Badri al-Anshari r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Yang berhak menjadi imamnya sesuatu kaum - waktu shalat ialah yang terbaik bacaannya terhadap kitabullah - al-Quran. Jikalau semua jamaah di situ sama baiknya dalam membaca kitabullah, maka yang terpandai dalam as-Sunnah - Hadis. Jikalau semua sama pandainya dalam as-Sunnah,maka yang terdahulu hijrahnya.Jikalau dalam hijrahnya sama dahulunya, maka yang tertua usianya Janganlah seseorang itu menjadi imamnya seseorang yang lain dalam daerah kekuasaan orang lain itu dan jangan pula seseorang itu duduk dalam rumah orang lain itu di atas bantainya- orang lain tadi, kecuali dengan izinnya - yang memiliki." (Riwayat Muslim)

•    Dalam riwayat lain disebutkan oleh Imam Muslim: "Maka yang terdahulu masuknya Islam" sebagai ganti "yang tertua usianya." Dalam riwayat lain lagi disebutkan: "Yang berhak menjadi imamnya sesuatu kaum - waktu shalat ialah yang terbaik bacaannya terhadap kitabullah - al-Quran, dan orang yang terdahulu pandai membacanya. Jikalau dalam pembacaan itu sama - dahulu dan pandainya, maka hendaklah yang menjadi imam itu seorang yang terdahulu hijrahnya. Jikalau dalam hijrahnya sama dahulunya, maka hendaknya menjadi imam seorang yang tertua usianya." Yang dimaksudkan bisulthanihi yaitu tempat kekuasaannya atau tempat yang ditentukan untuknya. Takrimatihi dengan fathahnya ta' dan kasrahnya ra' ialah sesuatu yang dikhususkan untuk diri sendiri, baik berupa bantal, hamparan, kasur ataupun lain-lainnya.

•    Dari Abu Mas'ud r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. mengusap bahu-bahu kita dalam shalat dan bersabda: "Ratakanlah - saf-saf dalam shalat - dan jangan bersilih-silih lebih maju atau lebih ke belakang, sebab jikalau tidak rata, maka hatimu semua pun menjadi berselisih. Hendaklah menyampingi saya - dalam shalat itu - orang-orang yang sudah baligh dan orang-orang yang berakal  di  antara  engkau  semua.  Kemudian  di  sebelahnya  lagi  ialah  orang-orang  yang bertaraf di bawah mereka ini lalu orang yang bertaraf di bawah mereka ini pula." (Riwayat Muslim)



SYUKRON KATSIRON